Foto: Pixabay
Schoolmedia News, Kalimantan Tengah - Sekitar 40 persen remaja di Kalimantan Tengah pernah melakukan pergaulan bebas. Hal itu terkuak dalam survei yang dilakukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalimantan Tengah (Kalteng).
"Sekitar 40 persen remaja, baik laki-laki dan perempuan, pernah melakukan aktivitas yang mengarah kepada pergaulan bebas atau layaknya pasangan resmi," kata Direktur Eksekutif PKBI Kalteng, Kun Anang, Jumat, 28 Agustus 2020, seperti dilansir dari laman RRI.
Kun menjelaskan, penelitian ini dilakukan PKBI Kalteng hanya sebagai data pegangan untuk menentukan program kerja dalam menangani permasalahan kesehatan reproduksi remaja.
Baca juga: DPR: Dana Subsidi Pekerja Harus Sentuh Guru Honorer
Hal itu, karena selama ini, persoalan seksualitas dan kesehatan reproduksi erat kaitannya dengan gaya pacaran remaja zaman sekarang.
"Usia remaja, merupakan masa keingintahuan sesuatu hal baru sangat tinggi, termasuk yang berkaitan dengan reproduksi dan seksualitas," ujarnya.
Kun menduga remaja kemudian mencari informasi seputar seksualitas kepada sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, PKBI memberikan edukasi yang benar kepada para remaja tersebut.
"Kita mengasumsikan hal tersebut sebagai kejujuran. Jadi kita berusaha bagaimana metodenya, biar kejujuran itu muncul. Misalnya kejujuran itu muncul apabila kita tidak berhadapan langsung dengan orangnya, artinya mengisi sendiri kuosionernya. Bisa juga dengan wawancara terbuka. Jadi tergantung situasi dan kondisinya," ujar Kun Anang.
Baca juga: Guru Honorer Bandung Terima Rp 31,5 Miliar
Apalagi, ia melihat orang tua resah terhadap anaknya, terutama yang sudah beranjak remaja, muncul karena pergaulan saat ini telah mengikuti zaman, sehingga berbeda dengan pola pertemanan zaman dulu.
Terkait hal ini, Ketua Komisi Perlindungan Anak Kalteng Setiyo Hidayati menekankan perlunya orang tua melakukan pendekatan yang tidak kaku terhadap anaknya.
"Pendekatan secara menyenangkan kepada anaknya agar komunikasi antara ibu dan anak terjalin dengan baik, sehingga muncul sikap keterbukaan dari anak termasuk menyampaikan setiap masalah kepada dirinya," kata Setiyo.
Baca juga: DPR: Dana Subsidi Pekerja Harus Sentuh Guru Honorer
Menurut Setiyo, orang tua tidak bisa semerta-merta menerapkan cara lama untuk mendidik serta pendekatan yang mudah diterima, agar anak bisa memahami segala sesuatu yang dilarang dalam norma agama atau masyarakat.
"Kita tidak bisa 100 persen menyalahkan anak. Utamanya adalah orang tua, apakah diawasi atau tidak anaknya. Selalu di rumah tidak menjamin bahwa anak itu terlihat baik. Lebih baik anak jauh tapi komunikasi jalan terus," ujarnya.
Setiyo juga menganjurkan para orang tua untuk selalu meluangkan waktu dengan anak untuk mengetahui diri mereka lebih dalam lagi, meskipun sesibuk apapun agar anak merasa diperhatikan, dimengerti segala keresahan perasan dan pikirannya.
Tinggalkan Komentar