Foto: Youtube/KEMENDIKBUD RI
Schoolmedia News, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Keputusan ini merupakan wujud konkret komitmen pemerintah dalam menegakkan Bhinneka Tunggal Ika, membangun karakter tolerasi di masyarakat, dan menindak tegas praktik-praktik pada sektor pendidikan yang melanggar semangat kebangsaan tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim menguraikan tiga hal penting yang menjadi pertimbangan dalam menyusun SKB tiga menteri ini. Pertama, sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang dianut peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Kedua, sekolah berfungsi membangun wawasan, sikap, dan karakter peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta membina dan memperkuat kerukunan antarumat beragama.
Ketiga, pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama.
Ada enam keputusan utama dari aturan ini. Pertama, keputusan bersama ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Kedua, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama. “Hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu. Individu adalah guru, murid, dan tentu orang tua. Bukan keputusan sekolah negeri tersebut,” tutur Mendikbud dalam peluncuran yang diselenggarakan secara daring, di Jakarta, Rabu (3/2).
Ketiga, Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Keempat, Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama tiga puluh hari kerja sejak keputusan bersama ini ditetapkan.
Implikasinya, kata Mendikbud, kalau ada peraturan yang dilaksanakan baik sekolah maupun oleh Pemda yang bertentangan dengan aturan ini, dalam waktu 30 hari aturan tersebut harus dicabut.
Kelima, jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, sanksi yang akan diberikan kepada melanggar. Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, atau tenaga kependidikan. Gubernur memberikan sanksi kepada bupati/wali kota. Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur. Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.
“Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang berlaku. Ada sanksi yang jelas bagi pihak yang melanggar,” tutur Mendikbud.
Keenam, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh.
SKB tiga menteri ini dirancang untuk dapat menegakkan keputusan-keputusan terkait yang telah ditetapkan sebelumnya serta melindungi hak dan kewajiban warga masyarakat Indonesia, terutama peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di sekolah negeri.
Penulis: Eko Budi, Keke Lovina Pallawarukka
Tinggalkan Komentar