Cari

Perangkat Papan Interaktif Digital Membutuhkan Daya Besar, Pemerintah Targetkan Kenaikan Kapasitas Listrik Minimal 2.200 Watt per Satuan Pendidikan


Perangkat Papan Interaktif Digital Membutuhkan Daya Besar, Pemerintah Targetkan Kenaikan Kapasitas Listrik Minimal 2.200 Watt per Satuan Pendidikan 

Schoolmedia JAKARTA —Program ambisius digitalisasi pembelajaran yang tengah digulirkan pemerintah menghadapi tantangan fundamental di tingkat infrastruktur dasar, yakni ketersediaan listrik dan kapasitas daya. Data terbaru menunjukkan, ribuan satuan pendidikan di Indonesia masih belum teraliri listrik sama sekali. 

Lebih jauh, mayoritas atau 76 persen dari 330.000 sekolah yang ada memiliki kapasitas daya listrik di bawah standar minimal yang dibutuhkan untuk menopang implementasi penuh teknologi pembelajaran digital.

Sekretsris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikdasmen EkoSusanto, dalam Rapat Koordinasi koordinasi DitjenPAUDDASMEN di Belitung, mengungkapkan bahwa keberhasilan program digitalisasi pembelajaran bertumpu pada penyelesaian tiga isu krusial di tingkat sarana, yakni penyediaan perangkat, konektivitas internet, dan ketersediaan daya listrik.

Tri-Program Sarana Digitalisasi

Program digitalisasi pembelajaran yang diinisiasi pemerintah mencakup minimal tiga agenda utama. Pertama adalah distribusi sarana fisik. â€œSatu terkait dengan sarananya,” ujar Eko Susanto, merinci bahwa sarana esensial yang harus dipastikan ada di daerah meliputi tiga hal. Yang utama adalah perangkat interaktif digital.

Perangkat utama yang didistribusikan ke seluruh satuan pendidikan adalah Papan Interaktif Digital (IFB). Perangkat ini merupakan salah satu pilar utama dalam mentransformasi proses belajar mengajar di kelas menjadi lebih interaktif. Namun, distribusi perangkat ini tanpa diikuti penyiapan infrastruktur pendukung justru akan menimbulkan masalah baru.

Isu sarana kedua adalah konektivitas. Pemerintah mengakui masih banyak sekolah yang berada di area blank spot atau belum terjangkau akses internet. Untuk mengatasi kendala geografis ini, pemerintah telah mengambil langkah cepat dengan mengalokasikan pengadaan koneksi internet berbasis satelit.

“Untuk daerah-daerah yang tidak punya internet atau blank spot, kita sudah membeli Starlink,” jelasnya.

Meski demikian, pengadaan satelit ini masih terbatas. Dari kebutuhan ideal sekitar 22.000 unit, tahun ini pemerintah baru berhasil mengamankan sekitar 8.000 unit. Sebanyak 8.000 unit Starlink yang telah dibeli sedang dalam proses pengiriman ke satuan pendidikan yang berada di area blank spot. 

Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memastikan pemerataan akses digital, meskipun dihadapkan pada keterbatasan ketersediaan penyedia.

Krisis Daya Listrik Sekolah

Isu sarana ketiga, dan dianggap paling kritis, adalah ketersediaan serta kapasitas daya listrik. “Sarananya yang ketiga, yaitu terkait dengan daya listriknya,” kata pejabat tersebut, merujuk pada fakta bahwa masih ada beberapa daerah yang tidak teraliri listrik karena alasan sulitnya jangkauan.

Untuk mengatasi sekolah yang sama sekali belum memiliki aliran listrik, pemerintah telah menjalin nota kesepahaman (MoU) dan berkoordinasi erat dengan PT PLN (Persero).

“Untuk tahun 2025 yang masih belum ada listrik 300 sekolah yang belum punya aliran listrik, kami pastikan PLN akan memasang di satuan pendidikan tersebut,” tegasnya, menjanjikan penyelesaian masalah fundamental ini dalam waktu dekat.

Namun, persoalan daya listrik tidak berhenti pada 1.300 sekolah yang belum berlistrik. Isu yang lebih besar dan bersifat struktural diprediksi akan muncul pada tahun 2026, yang disebut pejabat itu sebagai "isu" yang sudah memiliki arahan jelas dari Presiden.

Presiden telah mengarahkan penambahan Papan Interaktif Digital di satuan pendidikan. 

Rencananya, setiap sekolah akan mendapatkan tambahan 2-3 IFB lagi, atau secara nasional, pemerintah akan mengadakan sekitar 1 juta IFB pada tahun anggaran berikutnya.

“Nah yang menjadi permasalahan berikutnya adalah daya listrik di satuan pendidikan,” ujarnya.

Satu unit Papan Interaktif Digital diperkirakan membutuhkan daya sebesar 400 Watt. Jika satu sekolah menerima 3 atau 4 unit IFB sesuai rencana penambahan, maka kebutuhan daya minimal sekolah tersebut hanya untuk IFB saja mencapai 1.600 Watt. 

Kebutuhan ini belum termasuk kebutuhan dasar lain seperti lampu, proyektor, pendingin udara (AC), dan perangkat elektronik penunjang administrasi sekolah.

Mayoritas Sekolah di Bawah Standar

Dari hasil pengecekan data, realitas di lapangan sangat mengkhawatirkan.

“Setelah kita cek data, ternyata 76 persen satuan pendidikan kita dari 330.000 satuan pendidikan, listriknya di bawah 1.600. Bahkan ada yang 400,” ungkap pejabat tersebut.

Kondisi ini jelas menjadi penghalang besar bagi rencana penambahan IFB di tahun depan. Pemerintah menyadari bahwa mustahil melanjutkan kebijakan penambahan perangkat digital jika daya listrik di sekolah tidak memadai.

“Maka kami pastikan di tahun 2026, satuan pendidikan dayanya harus kita naikkan minimal ke 1.600 atau 2.200,” cetusnya, menetapkan target standar minimal daya listrik baru.

Oleh karena itu, para direktur terkait kini sedang berkoordinasi intensif dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kantor Staf Presiden (KSP), dan PT PLN. Tujuan dari koordinasi lintas instansi ini adalah untuk menyusun kebijakan perubahan daya listrik secara bertahap.

“Untuk memastikan kebijakan tahun depan secara bertahap kita akan merubah daya listrik yang di bawah 1.600 minimal kita akan merubah ke 2.200,” pungkasnya, menandai program perubahan daya listrik sebagai tahap pertama dan fundamental dari keseluruhan program digitalisasi pembelajaran.

Kurasi Konten dan Ekosistem Pembelajaran

Selain penyiapan sarana fisik, tahap kedua dari program digitalisasi adalah penguatan konten pembelajaran. Pemerintah ingin memastikan konten yang digunakan sebagai media pembelajaran di sekolah bersifat interaktif dan efektif mendukung proses belajar.

Evaluasi terhadap konten yang dimiliki pemerintah saat ini, yang jumlahnya hampir 2.000, menunjukkan bahwa sebagian besar masih berupa format video. Kondisi ini dinilai kurang interaktif dan memerlukan perbaikan.

“Maka kami perlu lakukan kurasi, perlu lakukan perbaikan,” katanya.

Saat ini, direktorat terkait sedang melakukan perbaikan dan pembuatan konten baru. Pemerintah bahkan mempertimbangkan untuk mengakuisisi konten dari pengembang luar jika dinilai berkualitas.

Konten-konten terpilih ini nantinya akan dikonsolidasikan dalam sebuah platform yang disebut "Rumah Pendidikan", yang di dalamnya terdapat berbagai ruang, antara lain "ruang murid", "ruang guru", "ruang sekolah", dan "ruang mitra".

“Kita masuk di ruang murid, di sumber belajar, semua konten kita akan kita siapkan di situ. Supaya nanti sekolah bisa memanfaatkan konten yang kita buat di sumber belajar sebagai media untuk pembelajaran,” jelasnya.

Konten yang disiapkan juga akan mencakup konten laboratorium, mengisyaratkan adanya pengembangan konten untuk mendukung praktikum dan eksperimen digital.

Secara keseluruhan, program digitalisasi pembelajaran ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam bertransformasi, namun sekaligus mengungkap adanya defisit infrastruktur dasar yang akut. 

Koordinasi lintas sektor dan percepatan peningkatan daya listrik menjadi kunci utama keberhasilan implementasi program ini di seluruh pelosok Indonesia.

Tim Schoolmedia 

Berita Selanjutnya
Presiden Terbitkan Keppres 34/2025 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 1447 H
Berita Sebelumnya
Perkuat Peran Sentral B/BPMP di 38 Provinsi Untuk Sukseskan PHTC Presiden Tahun 2026

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar